- Back to Home »
- dakwah »
- Ketika Aku Jatuh Cinta dan Untukmu Yang Tengah Jatuh Cinta
Posted by : Unknown
Kamis, 23 Juni 2016
Suatu
hari saya sedang jatuh cinta, menurut teman-teman kos, saya jatu cinta pada
bayangan semu. Tak salah saat mereka berkata demikian, sebab benar memang apa
yang mereka sampaikan. Saya sedang jatuh cinta kepada sosok yang bernama jodoh.
Entahlah, saya memiliki bayang-bayang
bahwa ia adalah adalah sosok yang hatinya dipenuhi oleh rasa cinta
terhadap Alloh, bibirnya bergerak perlahan tapi kontinyu dalam melafadzkan asma
Alloh, wajahnya teduh memancarkan cahaya keramahan namun penuh ketegasan. Saya jatuh
cinta. Ya, sangan jatuh cinta. Oleh Karen itu saya meneladaninya. Memenuhi hati
dengan rasa cinta pada Alloh dan rasululloh, membasahi bibir dengan kalimat
dzikirulloh dan senantiasa memanjatkan do’a untuk ditanguhkan hati ini dalam
penantian terhadap sosok yang bergelar jodoh tersebut. Menanti masa
keterkejutan yang akan Alloh berikan. Masa yang begitu nikmat. Seperti yang
Salim A. Fillah pernah katakana dalam bukunya “ inilah puasa panjang syahwatku.
Saat berbuka itu tak lama lagi. Dan rasa nikmat itu, ada pada terkejutan” dan
merasakan nikmat keterkejutan itu adalah apa yang sangat saya inginkan.
Loh,
kok tiba-tiba bahas Salim A. Fillah. Hehe, begini ceritanya… dalam suasana hati
yang tengah berbunga, saya menemukan sebuah buku yang dahulu pernah saya beli,
namun belum sempat membacanya. Buku karya Salim Ahukum Fillah, lembar demi lembar
saya nikmati kalimatnya. Tutur bahasanya membuat saya merasa nyaman membersamai
buku tersebut, wajar memang jika tidak sedikit penikmat buku karya Salim A.
Fillah. Kepiawaian jemarinya menekan tombol keyboard menghasilkan kata-kata
yang sangub merangkai kalimat indah. Kalimat yang pada akhirnya akan menuntun
pembaca untuk berjalan bersama mencintai Alloh, bangga pada Islam dan percaya
diri bergelar muslim atau muslimah.
Ah,
cukup kiranya membahas penulis best seler ini. Toh saya tidak sedang membuat
resensi tentang buku karya bliau. Saya hanya mengaguminya. Ya, itu saja. Kembali
pada keadaan saya yang tengah jatuh cinta. Awal saya jatuh cinta saat terbesit
Firman Alloh dalam benak saya,
Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk
wanita-wanita yang keji, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik… (An Nuur 26)
Tidak
untuk menafsirkan ayat tersebut maksudnya, karena saya bukanlah orang yang
berkemampuan dalam hal itu. Namun pengulangan kalimat dalam ayat ini membuat
saya yakin bahwa Alloh tengah mengatakan dengan tegas bahwa wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik. Wanita mana yang tidak ingin berjodoh dengan lelaki yang baik? Dan
lelaki mana yang tidak ingin berjodoh dengan wanita yang baik. Bahkan wanita
berperangai buruk pun sesungguhnya menginginkan jodoh lelaki yang baik, nanun
ketakutan dalam hatinya sering kali membuat ia tak percaya diri jika berjodoh
dengan lelaki baik-baik, begitu bula sebaliknya, saya yakin!
Itulah mengapa saya jatuh cinta pada sesosok
bayang-bayang lelaki baik. Karena tak dapat saya pungkiri, bahwa saya menginkan
jodoh lelaki yang baik. Lelaki yang senantiasa merasa Alloh selalu mengawasi,
lelaki yang tak memiliki lelah melafadzkan asma Alloh terkecuali saat ia
terlupa, lelaki yang selalu berusaha meng-upgrade
iman dalam diri. Dan karena kata Alloh wanita-wanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik maka saya pun berusaha mengikuti
sosok lelaki yang ada dalam bayang-bayang saya tersebut.
Saya “gila” mungkin kata anda, tidak. Sungguh
saya tidak “gila”. Saya terkena virus kisah dalam novel mungkin kata anda,
tidak. Anda salah jika berfikir demikian. Saya hanya memiliki azzam (keinginan yang kuat) untuk
berjodoh dengan lelaki seperti yang terdapat pada bayang-bayang saya. Oleh
karenanya saya berikhtiar memperbaiki diri. Sebab saya yakin apa kata Alloh
dalam an-Nuur 26 bahwa wanita-wanita yang
baik adalah untuk laki-laki yang baik . Dan Alloh pun menegaskan dalam
firmanya di lain surah,
“dan bahwasanya
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
(an Najm:39)
(an Najm:39)
Dengan senyum sinis, mungkin akan ada salah
seorang diantara pembaca yang tersirat dalam fikiranya kalimat seperti ini:
“halah,
jodoh itu ketepan Alloh. Sejak nyawa telah Alloh tiupkan dalam diri kita. Sejak
itu pulah telah tercatat dengan siapa kita berjodoh. Iya kalau nama yang
tercatat itu lelaki yang baik, bagaimana jika bukan?”
Maka
saya akan kembali mengajak anda untuk memperhatikan firman Alloh dalam an Nuur
26.
“Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk
wanita-wanita yang keji, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik…”
Ketika
kita sedang khusyuk menyelam dalam kenikmatan sholat, boleh jadi dia sang jodoh
tengah menikmati manisnya berkholwat dengan Alloh. Dan ketika kita sedang
bermaksiat, tidak menutup kemungkinan pula bahwa ia sang jodoh nan jauh di sana
tengah tertawa riang cekikak-cekikik dan bergeliat-liat dalam kepalsuan nikmat
kemaksiatan. Sehingga tidak bisa dijadikan alasan bahwa jodoh yang merupakan
ketetapan takdir kemudian membuat kita santai-santi dalam beriman dan beramal.
Tetap harus ada usaha yang maksimal
berjuang dalam ketaatan jika kita pun berkeinginan berjodoh dengan sosok yang
taat. Sudah jelas firman Alloh dalam An Nuur 26 yang berulang kali saya
sampaikan. Mari kembali kita menyimak
bagaiman Alloh sekali lagi menegaskan kepada kita tentang hukum-hukumnya.
“Laki-laki yang
berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki
yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
oran-orang yang mu'min”(an Nuur 3)
“Lantas bagaimana nasip kita yang
sempat bermaksiat sebelumnya?”
“apa lagi kita yang telah terjatuh
pada sumur kemaksiatan berupa zina, ?”
Jawabanya ada apada anda sendiri
setelah menjawab pertanyaan ini, “bukankan Alloh adalah Robb yang maha Rohman
dan Rohim?” jawablah. “Mungkinkah Alloh mengabaikan hambanya yang bertaubat
dengan penuh kesunguhan atas ketakutanya terhadap azab dunia dan akherat?”
jawablah. Maka, apa yang menghalangi kita untuk bertaubat? Mengapa malah suudzhon Alloh tak akan mengampuni
dosa-dosa kita?
“…jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”(Yusuf 87)
Lihatlah,
bagaimana nasehat Ayah Yusuf kepada saudara-saudaranya yang tengah berputus asa
sampai di abadikan Alloh dalam Al-Qur’an jika bukan sebagai nasehat bagi kita
pula untuk tidak berputus asa akan problem yang kita hadapi. Rasakan betapa
indahnya ayat tersebut “jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah” seolah Alloh tengah mengelus-elus rambut
hambanya dengan penuh cinta dan “Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir” berasa Alloh tengah mencium kening hambanya
untuk mentransfer eneri agar ia tak lagi lemah oleh rasa putus asa sebab Alloh
pasti mengampuni dosa-dosa hambanya yang sunguh-sungguh dalam bertaubat.
Maka, marilah bersama berjalalan di
jalan Alloh. Bergandengan menjadi hamba yang Alloh harapkan, senantiasa merasa
selalu terawasi oleh kemaha besaran pengelihatan Alloh. Menikmati masa
penantian dengan penuh keimanan, memenuhi hati dengan rasa cinta kepada Alloh
dan rasululloh. Berusaha maksimal agar menjadi hamba yang di cintai Robbnya.
Berupaya menyalurkan fitrah cinta yang hadir sebelum halal kepada perkara yang
syari. Singga saatnya nanti kita temui saat berbuka, dan Alloh suguhkan menu
buka puasa yang terasa manis di dalam hati. Allohu
Akbar.
Surabaya, 18 Ramadhan 1437 H
Aisyah An-Najmah