Posted by : Unknown Minggu, 07 September 2014


Ada sebuah cerita, cerita ini mengisahkan tentang isi hati seorang mahasiswi semester tua. Ya semester tua, begitu sebutan umum bagai mahasiswa yang masuk pada semester VI ke atas. Cerita ini bermula saat seorang mahasiswi, sebutlah ia bernamah iffah. Ketika itu ia berada di semester II. Ia berfikir sedikit mendalam. Ia memikirkan seperti apakah laki-laki yang kelak akan menjadi jodohnya. Ia sangat takut manakalah jodohnya adalah laki-laki yang dangkal pengetahuanya mengenai Agama Islam. Ya tentu itulah yang ia takutkan, karena ia adalah seorang mahasiswi muslim. Tapi ia berbeda dengan mahasiswi pada umumnya. Jika kebanyakan mahasiswi mengingingkan pendamping hidup yang bertampang keren, maco, kaya, atau yang berpendidikan tinggi. Minimal setara dengan dia yang S1. Namun Iffah tidaklah demikian. Ia mengingkan, bahkan sangat berharab suatu saat ia akan berjodoh dengan seseorang yang luas dan dalam pengetahuan serta pemahamannya terhadap syariat Islam. Lebih-lebih jika sang jodoh adalah laki-laki yang Takhfidul Qur'an. Ya begitulah Iffah dengan harapan qalbunya. 
Suatu hari ia bertekat menjadikan dirinya sebagai seorang hafidzah. Ya seorang hafidzah. Ia teringat pada sebuah ayat Al-Qur’an yang sangat mengiang di hatinya. Ayat Al-Qur'an yang menjanjikan bahwasanya laki-laki yang baik adalah untuk perempuan yang baik, dan begitu sebaliknya. Dari ayat itulah ia berfikir, jika ia mengharab jodoh yang soleh lagi hafidz. Maka ia pun harus sholeha lagi hafidzah. 
Sepertihalnya sebuah bunga yang sedang mekar, tentu ada kumbang yang menghampiri. Begitulah Iffah, di usianya yang ke 20 tahun. Tentu ada beberapa laki-laki yang mulai menghampiri. Ya, ada diantara mereka laki-laki yang pintar dan tinggi pendidikanya, ada pula laki-laki yang dalam pemahamanya terhadap Agama Islam. Serta ada juga laki-laki yang kaya dan baik hati. Begitupun tak ketinggalan laki-laki yang tampan wajahnya dan ramah perilakunya. Tapi entah mengapa tiada diantara mereka yang sanggub menarik hati iffah, sigadis yang manis nan lembut ini. Entah mengapa aku pun tak mengetahui sebabnya. Tapi satuhal yang aku tahu. Ya... satuhal, dan aku yakin ini adalah alasan yang terkuat. Karena diantara laki-laki tersebut tak ada dianta mereka yang hafidz Qur'an. Memang rasa memiliki seorang imam hafidz sudah menancap dalam di palung hati iffah. Sehingga seperti apapun jenis dan wujud laki-laki yang datang tak ada satu pun diantara mereka yg sanggub walau sedikit mengoreskan sesuati di hati gadis manis ini. 
Suatu hari, saat ia tetap menjaga hatinya hanya untuk sang imam yang halal baginya. Saat ia tetap ikhtiar menghafal ayat-ayat Cinta Tuhanya. Aku bertanya " Sobat, apakah engkau tidak berkeinginan menjalin cinta yang halal dengan ikhwan-ikhwan yang selama ini telah memberi rambu-rambu niat keseriusanya padamu?" . Ia pun menjawab " tunggu sahabatku, aku rasa hati ini masih harus aku jaga dan ku pertahankan keutuhanya. Aku masih belum usai kuliah, dan aku pun masih amat sedikit menghafal Al-Qur-an. Ditambah pua aku rasa diantara mereka masih belum ada hafidz Al-Qur'an" . Kembali aku pun bertanya " engkau tertarik dengan dia yang tampan, tau adia yang kaya, atau mungkin dia yang cerdas lagi tinggi pendidikanya. Sepertinya mereka mencintaimu..." . Kembali ia pun menjawab " bagaimana mungkin aku bisa mencintainya, sudakah ia mencintai Allah dan Kitab-Nya??? Bagaimana nantinya masa depanku dan keturunanku?? Aku ingin anak-anakku nantinya menjadi penjaga kalamullah, karena ada Ayat-ayat Allah yang melekat di hati dan otaknya. Dan bagaimana itu bisa terjadi? Jika bukan dimulai dari orang tua yang hafidz dan hafidzah terlebih dahulu". Diam dan tidak bisa berkata apa-apa diriku mendengar jawabanya. Ya jawaban akhwat yang sombong pada dirinya sendiri. Tapi inilah kesombongan yang memotivasi. Memotivasinya untuk mengapai harapan hidupnya dalam mewujudkan keluarga sebagai penjaga Ayat-ayat Allah di jiwanya.
Saat semester VII telah tiba. Do'a yang terus dipanjatkan dengan usaha yang istiqomah di dalam menjalankanya. Akhirnya Allah Ajwajallah pun mengirimkan seorang pemuda yang datang mengetuk pintu rumahnya. Ya seorang pemuda denga seorang lelaki berjengkot yang berwajah teduh. 
Ketika pintu rumah dibuka dengan sopan, iffah bertanya sambil secepatnya menundukkan pandangan " waalaikumussalam, maaf adakah yang dapat saya batu". 
" Saya ilham, dan ini ustad saya ahmad Hidayatullah. Kami ingin menemui ayah anda". Jawab orang yang tepat di hadapannya.
" Ow monggo masuk, ayah ada di rumah, sebentar saya panggilkan. Silahkan duduk". Jawabnya sembari mempersilahkan dua tamunya duduk.
Ketika itu tante aminah ibu dari iffah tidak lagi mengizinkan iffah menemui sang tamu. Ya begitu memang cara keluarga Iffa menjaga putra-putrinya untuk tidak menjalain komunikasi dengan lawanjenisnya tanpa adanya suatu keperluan penting. Setelah ayah iffah menemui kedua tamu itu. Seperti biasa, rakhmad adik laki-laki iffah lah yang memberikan minuman pada sang tamu. Dan selepas itu, ketika rakhmad mempersilahkan tamu-tamu itu untuk menikmati hidangan yang telah di suguhkan, sang ayah berbicara padanya " nak panggil ibumu kesini sebentar ", "Enjeh yah.. " Jawab rakhmad sambil menganggukkan kepala dan meninggalkan tempat.
Didalam ruang tamu, saat obrolan telah beberapa menit berlangsung, ibu aminah datang. Ayah Iffah pun segera berbicara " bu, ini nak Ilham, dan ini ustad Ahmad pengajar pesantren Takhfidul Qur'an di jawa tengah ".
 " Oww enjeh-enjeh... ". menganguk-angukkan kepala seolah memahami siapa orang asing yang kini dihadapanya itu.
"Jadi ustad Ahmad ini adik dari ustad yusuf, mudirul ma'had Iffah saat di pesantren dulu". Tambah ayah iffah.
" Oww,, lah terus punopo ustad yusuf mboton turut tindak meriki" tanya ibu aminah pada ustad Ahmad.
" Enjeh bu, ustad Yusuf meniko ngadah niat bade tindak sareng-sareng wonten meriki. Nanging mendadak ten pesantren kang mas sakniki wonten tamu ndugi sumatra. Dadose mboten saget sareng dateng meriki" . Jelas ustad yusuf.
" Enjeh buk, kan kemarin ustad yusuf sudah bikin janji sama ayah kalau hari ini akan datang dengan adiknya dan salah seorang santri dari pesantren adiknya, yaitu pesantren ustad Ahmad ini."
" Enjeh bu, dados niat kulo dateng meriki selaku wakil tiang sepuh ndugi santri kulo Arifin Ilahm bade nyampek anken niatan santri kulo ingkang ngadai kekarepan nedi putri ibu Izzatur Roiffah supados saget dados imam kangge putrinipun njenengan ". Tutur ustad Ahmad dengan nadanya yang tenang dan angun.
" Owalah enjeh, lah ngapunten sak derenge njeh, punopo kok tiang sepuh dateng nak ilham mboten sareng tidak meriki. " Tanya ibu aminah.
" Jadi begini low bu, nak ilham ini kan asline soko Sulawesi. Nah ayah lan ibune ndak bisa dateng. Kan jarak sulawesi ke jawa itu ndak dekat toh bu, nah kondisi ayah lan ibu e nak ilham ini pun sepuh. Jadi ndak bisa dateng toh. Niat te itu, yen nanti ada persetujuan sama kita lan Iffahnya sendiri, ibu dan ayah nak ilham ini akan datang kemari untuk lamaran dan sekalain aqad nikah. Kan kondisine nak ilham ini di pesantrennya ustad Ahmad sebagai santri pengabdian, setelah kemarin dapat beasiswa belajar di Madinah dr pesantren ustad Ahmad ini bu" . Jelas ayah iffah.
" Owlaha,, nah ini nak Ilham pun kenal nopo dereng kaleh iffah".
" Alhamdulillah, melihat sekilas pernah bu. Mengenal juga sudah dari carita Ustad Yusuf. Semenjak saya masih nyantri dulu ustad Ahmad sering mengajak saya silaturahim ke pesantren ustad yusuf. Dari situ saya pernah melihat putri ibu. Kemudian saya tanya ke ustad Ahmad. Eh ndak tahunya ustad Ahmad menceritakan ke ustad Yusuf kalau saya pernah menanyakan perihal putri ibu. Nah semenjak saat itu, sedikit banyak saya mengenal putri ibu dari ustad Yusuf. Karena biasanya bliau bercerita tentang putri ibu pada saya dan ustad Ahmad ketika kami silaturohim ke pesantrennya. Setelah saya lulus dari madinah, saat saya kembali berkunjung ke pesantren ustad yusuf beberapa waktu lalu. Kembali saya berjumpa sekilas dengan putri ibu. Dan dari pertemuan sekilas itu, saya ada perasaan yang ingin saya sampaikan kepada ustad Ahmad dan ustad yusuf untuk membantu saya dalam niatan mengkhitbah putri ibu. Karena cerita ustad yusuf telah memantabkan hati saya." 
" Nah begitu bu caritane.. " Tutur ayah aiffah.
" Ya Allah le... , ibu njumun ngeringokno crito koe... "
" Njeh pun bu, saknini ibu timbali Iffah, yek nopo tanggapane iffah. Sak piturute kan tergantung yek apa iffah toh..." pinta ayah iffah
"Injeh pak... Injeh... " Jawab bu aminah yang kemudia menghampiri iffah
Beberapa menit kemudian iffah menemui mereka di ruang tamu.
" Ayow lengah ndok, ini nak ilham. Dan yang ini ustad Ahmad. Bliau adik dari Ustad Yusuf, direktur pondokmu dulu" jelas ayah iffah.
Iffah hanya mengangguk dan tetep menundukkan pandangan, begitu pula dengan ilham yang mulai menundukkan pandangan matanya saat kehadiran Iffah ke ruang tamu. Setelah beberapa menit perbincangan berlanjut. Akhirnya sang ayah menanyakan bagaimana jawaban dari iffah.
" Makasih ayah selalu melibatkan iffah dalam hal ini, kepada ustad Ahmad iffah juga mengucap terimakasih atas kesediaannya menjadi penghubung antara akh Ilham dengan ayah. Dan kepada akh ilham, iffah meminta waktu beberapa hari untuk menjawabnya. Dalam hal ini iffah ndak bermaksud mengantungkan atau apa, iffah hanya meminta waktu untuk istikhoro. InsyaAllah seminggu setelah ini iffah akan memberikan jawaban." Kembali menunduk.
" Ndak apa-apa, itu perkara sohih, mungkin iffah ingin bercengkrama terlebih dulu dengan Allah. Memang begitu seharusnya. Libatkanlah Allah dalam mengambil keputusan. Apa lagi untuk perkara yang sepenting ini. InsyaAllah Ilham berlapang dada menunggu, jangankan dalam waktu seminggu sepuluh haripun insyaAllah ilham masih sabar menanti jawaban. Bukan begitu ham..".Jawab ustad Ahmad sambil menepuk pahapemuda itu dengan senyum manisnya. 
Ya begitu memang suasana saat ini. Ustad ahmad mencoba mencairkan ketegangan di hati pemuda bernama Ilham itu. Tak hanya ustad Ahmad, ayah iffah pun turut berbicara menanggapi jawaban iffah. "Jadi itu keputusanmu ndok, ya sudah, sekarang kembali kepada nak Ilham. Bagaimana nak ilham..". Sambil memberi senyum manis pemuda itu menjawab, "injeh pak, begitu memang seharusnya. Selalu Melibatkan Allah dalam menggambil keputasn. Maka ndak ada bagi saya alasan untuk berberat hati".
"Alhamdulillah... Pun ini minumnya di ujunjuk dulu.. Kue juga monggo di dahar, ini kue buatannya iffah kemarin sore low". Sahut bu Aminah yang turut memecahkan ketegangan suasana.
........---*_*---.......

Seminggu kemudian iffah menyampaikan jawaban atas kesediaannya menjadi makmum dari seorang pemuda yang seminggu lalu telah mengkhitbahnya. 
Singkat cerita, akhirnya kedua keluarga dari pulau yang berbeda ini saling bertemu. Dalam proses lamaran ini, rupanya kedua bela pihak keluarga tak ingin memperlama waktu prosesi ijab-qabul. Sehingga waktu kesepakatan dilaksanakanya ijab - qabul pun segera ditetapkan. Dan resepsi pernikahan sederhana yang islami pun terjadi. Suatu ketika setelah pernikahan itu berlangsung. dengan menidurkan kepala diatas pangkuan sang istri, ilham bertanya kepada istrinya sembari berusaha menjadi suami yang romantis.
"dindakau bagaimana bayangmu jika ada malaikat-malaikat kecil yang meramaikan rumah sederhana kita ini".
Dari pertanyaan itu tak ada jawaban dari sang istri, selain beberapa air mata yang tiba-tiba menetes. Melihat tetesan air mata itu, ilham seketika bangkit dari tidurnya dan membasuh airmata yang mencoba kembali membasahi wajah istrinya. 
" Sayang, kenapa denganmu. Maafkan mas. Jika pertanyaan mas tadi melukai hatimu".
"Adik malu mas, adik malu sama diri adik sendiri. 30 jus ayat-ayat Allah belum hatam adik hafalkan. Pantaskan adik menjadi ibu yang memiliki harapan putra-putrinya sebagai penjaga Ayat-Ayat Allah". titur sang istri dalam tangisnya.
" Sayang... Sekarang engkau tidak sendiri. Mas akan membantumu menghafalkan Ayat-ayatNya. Ini tugas mas sebagai suami. Kita akan bersama-sama menjadi orang tua penjaga Ayat-ayat Allah, dan melahirkan generasi-generasi ghuroba yang hafidz dan hafidzah". Sambil memegang kedua tangan istrinya dan kemudian membawa sang istri pada dadanya dan merangkulnya dengan penuh cinta.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Cahaya Muslimah -